Twitter Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon


Showing posts with label Motivation. Show all posts
Showing posts with label Motivation. Show all posts

Kepercayaan Diri 0

Alkisah, ada seorang pengusaha yang cukup terpandang di sebuah kota. Suatu ketika, dia ingin pergi berlibur ke desa kelahiran ayahnya untuk istirahat sejenak dari kepenatan pekerjaan. Selain rehat sejenak, di sana ia juga ingin menemui kakeknya yang masih tinggal di desa tersebut.

Ia ingin mengunjungi kakeknya karena memang hubungan di antara mereka cukup dekat, meski belakangan ini mereka jarang bertemu. Tak jarang, bila sedang dirundung masalah, si pengusaha muda mencari dan mendapat banyak nasihat dari kakeknya.
Sesampai di desa tersebut, setelah berkangen-kangenan sejenak, si kakek segera bisa menangkap maksud kedatangan cucunya. Itu terlihat dari sikap dan raut wajah cucunya. Sunggingan senyum yang seperti dipaksakan di wajah cucunya tak bisa menyembunyikan raut kegelisahan.

Maka, keesokan pagi, tanpa basa-basi, kakek pun segera menegur sang cucu di tengah percakapan mereka. “Cucuku. Kedatanganmu kemari pasti ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan dengan kakek. Ayo, tidak perlu basa-basi lagi, ceritakan saja kepada kakekmu ini. Biarpun sudah tua begini, kakekmu belum pikun dan masih bisa menjadi tempat curhatmu seperti dulu.”

Sambil tersenyum malu si pemuda menjawab, “Kakek memang hebat. Tidak ada persoalan yang bisa kusembunyikan. Begini kek, Kakek kan tahu, usahaku saat ini cukup maju. Semua hasil yang kuperoleh adalah berkat modal dan bimbingan ayah kepadaku. Kakek juga tahu, aku menikahi istri yang cantik dan pandai. Di sekolah dulu, dia selalu menjadi juara dan primadona. Sekarang pun berkat bantuannya, banyak proyek yang bisa kita dapatkan sehingga usaha kita berkembang semakin besar. Tapi...” Tiba-tiba si pemuda terdiam sejenak, tak meneruskan kalimatnya. Ia hanya terlihat menerawang.
Kakeknya pun kemudian menyela. “Bukankah semua yang kamu ceritakan tadi bagus adanya? Kakek belum mengerti masalahmu ada di mana?” Kejar si kakek yang ingin tahu apa yang membuat cucunya terlihat gelisah.

“Jujur saja Kek. Saya merasa tidak percaya diri, bahkan minder bila berhadapan dengan orang asing. Saya merasa, hasil usaha yang telah dicapai adalah karena kontribusi orang-orang di sekitar saya. Dan, sepertinya orang-orang pun menilainya begitu. Saya hanyalah sekadar orang yang beruntung, berada di tempat dan saat yang tepat serta mempunyai pendamping yang tepat pula. Sungguh, saya merasa tertekan dengan kondisi itu,” kata si pemuda menunduk lesu.

“Cucuku. Coba pikir baik-baik. Seperti katamu tadi, kamu berhasil karena berada di tempat, saat, dan dengan pendamping yang tepat dan benar. Nah, jika tempat, waktu dan pendamping itu tanpa adanya dirimu sendiri, apakah ada keberhasilan ini? Justru kunci suksesnya ada di dirimu sendiri, cucuku...”

Mendengar jawaban tersebut, si pemuda pun merenung sejenak. Tiba-tiba, ia pun berseru, “Waduh Kek... Saya kok tidak pernah menyadari hal ini sebelumnya ya? Semua keberhasilan ini tanpa saya tidak akan ada. Terima kasih atas pelajarannya kek. Sekarang saya merasa jauh lebih baik dan lebih percaya diri.”

Pembaca yang budiman,
Sungguh, kita akan sangat menderita jika kita terbenam dalam sikap rendah diri hingga tak punya kepercayaan diri. Padahal sejatinya, di manapun dan kapan pun kita berada, jika kita menyadari hakekat kemampuan diri, pastilah masing-masing kita memiliki peranan, tanggung jawab dan prestasi yang sudah dikerjakan.
Memang, tidak ada sesuatu prestasi yang luar biasa yang bisa tercipta tanpa bantuan orang lain. Namun, kita juga harus memiliki citra diri yang sehat, mampu menghargai diri sendiri serta dapat membangun kepercayaan diri dengan usaha yang telah kita buktikan.

Dengan mengembangkan citra diri yang positif, maka kita akan memiliki pula, yakni kepercayaan diri yang sehat, bisa menghargai orang lain dan diri sendiri, dan mampu menempatkan diri di mana pun kita bergaul dengan simpatik, gembira dan menyenangkan. Dengan begitu, kebahagiaan akan selalu kita dapatkan. -Andrie Wongso-

I Love My Job 0

Bekerja adalah satu hal penting dalam kehidupan sehari-hari kita. Semua orang yang berada dalam tahapan proses kehidupannya pasti akan mengalami keadaaan dimana dia wajib untuk mencari nafkah. Baik yang masih sendirian maupun yang sudah berkeluarga. Pada dasarnya, bekerja adalah suatu tindakan bijaksana untuk mencapai tingkatan yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Ragam pekerjaan yang tersebar dalam berbagai sektor memungkinkan luasnya kesempatan akan mendapatkannya. Hal yang terkadang menjadi pemikiran bagi sebagian orang bahwa mendapatkan pekerjaan adalah sulit perlu ditelaah lebih lanjut. Perlu diketahui bahwa yang membuat sulit itu lebih kepada keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan hati dan keinginan. Seandainya dia menepiskan hal tersebut, maka lapangan pekerjaan yang tersedia akan terbuka selebar-lebarnya. Begitu pula seandainya sudah dalam ruang lingkup pekerjaan nantinya. Banyak sekali faktor yang menjadi cobaan dan ujian seberapa pantas diri kita untuk meraih kesuksesan dalam pekerjaan yang kita lakukan.

Menjadi pekerja kantoran, baik pegawai negeri maupun sektor swasta, adalah sama baiknya dengan yang bekerja untuk diri sendiri. Semua memiliki azas tanggung jawab moral dan kejujuran hati. Namun yang membuat sulit nantinya adalah seberapa betah kita dalam menjalankan pekerjaan tersebut. Menghadapi seorang atasan yang arogan, teman sekantor yang tidak sepaham, saling jegal, pekerjaan yang tidak sesuai, atau bahkan kejenuhan dapat saja kita temui di mana saja kita bekerja. Banyak sekali yang tidak tahan terhadap cobaan-cobaan ini sehingga memungkinkan untuk melepaskan diri dari pekerjaan menjadi semakin besar.

Cintailah pekerjaan Anda. Benar, inilah satu hal yang harus kita tanamkan dalam hati kita. Bekerja dalam situasi yang bagaimanapun haruslah tetap dalam suasana kecintaan apa yang kita lakukan. Bagaimana dapat mencintai pekerjaan kalau keadaan sehari-hari dalam kantor sangat tidak mengenakkan? Berpikir dan resapi dalam hati, bahwa kita bekerja untuk kebaikan, kemajuan, dan masa depan diri kita sendiri. Melepaskan diri dari pekerjaan (berhenti atau berpindah pekerjaan) lebih baik jangan dikarenakan kita tidak menyukai pekerjaan tersebut atau hal-hal terkait pekerjaan, seperti yang telah disebutkan di atas.

Tentunya setiap manusia akan memilih yang terbaik bagi kehidupannya. Begitu pula dalam bekerja. Kita dapat melepaskannya suatu saat nanti apabila ada pilihan yang lebih baik, bukan karena disebabkan keadaan sulit saat ini. Berhenti dan berpindah pekerjaan karena sudah ada pilihan yang lebih baik tentu lebih bijaksana dibandingkan kalau dikarenakan ketidak-senangan atas suasana atau pekerjaan yang sedang berjalan. Senangilah pekerjaan saat ini, karena itulah yang seharusnya kita lakukan, walaupun karena terpaksa sekalipun. Kita paksakan untuk bekerja karena kita memang membutuhkannya. Kita perlu biaya untuk hidup. Cintailah pekerjaan atas dasar kecintaan diri, istri, anak, dan keluarga, karena untuk itulah kita bekerja.

Mengeluh karena pekerjaan dan suasana kantor yang tidak nyaman bukanlah tidakan yang tepat. Lakukan apa yang dapat dikerjakan secara optimal dan berusaha terus untuk meperbaikinya. Bantulah teman-teman sekantor yang membutuhkan pertolongan semampu kita tanpa perlu melakukan tindakan merugikan diri sendiri atau membuat suasana kerja menjadi tidak nyaman. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Teman sekantor bagaimanapun adalah partner kerja sejati kita. Belajarlah mengenal dan menyesuaikan diri dengan berbagai sifat, tata cara pergaulan, dan keadaan. Apabila kita sudah memahami dan menjalankannya, maka hal tersebut dapat menjadi bekal berharga untuk kemajuan di masa depan, begitupun untuk seandainya kita memilih pekerjaan yang lebih baik di tempat lain.

“When the archer misses the mark, he turns and looks for the fault within himself. Failure to hit the bull’s eye is never the fault of the target. To improve your aim — improve yourself.”
(Gilbert Arland)

WORLD CUP 2010 0

Saat tulisan ini dibuat bersamaan dengan event olah raga besar World Cup 2010 di Afrika Selatan, ada yang menarik selama perjalanan World Cup kali ini, antara lain team-team unggulan seperti Perancis dan Italia yang pada tahun 2006 lalu menjadi finalis dan juara dunia akhirnya harus pulang lebih awal, lebih tragis lagi bagi team Perancis yang harus menjadi posisi juru kunci dari group penyisihannya.

Mari kita sama-sama melihat kembali apa yang terjadi dengan team Perancis ini. Selama babak penyisihan berlangsung terjadi hal yang sangat mengejutkan pada team tersebut dimulai dari perseteruan pelatih team Perancis Raymond Domenech dengan para pemainnya, yang berakhir dengan dikeluarkan Nicolas Anelka dari team Perancis, kemudian diikuti protes dari pemain yang lain dengan aksi mogok latihan, sampai akhirnya ketika berada di lapangan team unggulan terlihat “kocar-kacir”, tidak ada koordinasi satu dengan yang lain, sampai akhirnya mereka harus menanggung malu karena harus pulang terlebih dahulu dengan posisi sebagai juru kunci dibawah Uruguay, Meksiko dan Afrika Selatan.

Saya bukan seorang komentator bola, dan juga bukan ahli dalam masalah sepak bola, karena itu saya tidak bisa memberikan ulasan yang sangat mendalam dan detail tentang team-team sepak bola dunia ini termasuk team Perancis maupun team yang lain, namun ada hal yang menarik untuk kita pelajari bersama, mengapa team unggulan ini sampai begitu kacaunya, bahkan membuat Presiden Perancis Nicholas Sarkozy begitu berang dengan team tersebut.

Diawali dengan perseturuan antara pelatih dan pemainnya, pelatih pada posisi ini yang menentukan strategi dan menentukan orang yang akan diterjunkan di lapangan, ketika keduanya tidak selaras ibarat mengarah pada dua jalan yang berbeda bahkan berseberangan, maka ketika anggota teamnya berada di lapangan, mereka tampak tidak terorganisir dengan baik, kacau, tanpa arah, dan otomatis membuat mereka menjadi begitu lemah. Tampak daya juang yang rendah, bahkan legenda sepak bola Jerman, Franz Beckenbauer mengatakan bahwa penampilan team Perancis sangat mengecewakan dan tidak menunjukkan diri sebagai team kelas dunia, tidak ada semangat serta daya juang yang rendah dan tidak menunjukkan kemampuan teknis sebagai team unggulan.

Lalu mengapa team yang dengan orang-orang yang tidak diragukan lagi kehebatannya selama ini di dunia sepak bola seperti Nicolas Anelka (Chelsea), Thierry Henry (Barcelona), Franck Ribéry (Bayern Munich), William Gallas (Arsenal), Éric Abidal (Barcelona), Patrice Evra (Manchester United), Florent Malouda (Chelsea), maupun Djibril Cissé (Panathinaikos) bisa bernasib seperti itu? Masalahnya ternyata walaupun didalam team tersebut begitu banyak orang-orang hebat dan terkenal, namun ternyata semua tidak berguna, karena yang dibutuhkan bukan sekedar orang hebat saja, melainkan yang dibutuhkan adalah sebuah team yang hebat. Inilah yang tidak terjadi pada team Perancis, mereka memang memiliki orang hebat di dalam teamnya, tetapi sebagai team mereka bukan team yang hebat.

Pertanyaan selanjutnya, mengapa team ini tidak menjadi team yang hebat walaupun berisikan orang-orang hebat didalamnya? Inilah permasalahannya, orang yang hebat tidak otomatis menjadi team yang hebat, ternyata dibutuhkan orang hebat yang bisa membuat team yang hebat, orang ini yang dapat dikatakan sebagai pemimpin sejati, orang yang memiliki visi yang jelas, orang yang keberadaannya menciptakan kebersamaan yang kuat, orang yang bisa memberdayakan semua sumber daya yang ada, dan orang yang menjadi panutan bagi orang lain. Dan kegagalan team Perancis karena pelatihnya tidak memiliki kualitas seperti itu.

Apa kaitannya dengan kita di ADR? Sebenarnya secara prinsip ada kesamaan antara mengelola perusahaan ini dengan mengelola team sepak bola, pelatih ibarat dengan pemimpin dan pemain adalah para karyawan yang dipimpin dan berhadapan langsung di lapangan. Ketika pemimpinnya tidak memiliki kriteria diatas, maka teamnya akan kocar-kacir, berantakan dan tidak terarah, jika demikian adanya, maka moral dari para pemain atau dalam hal ini karyawan akan jatuh, mengakibatkan mereka belajar menyelamatkan diri masing-masing, mulai saling menyalahkan satu sama lain, tidak ada semangat dan daya juang untuk melakukan perbaikan, terjebak pada rutinitas ala kadarnya, dan akhirnya menciptakan pasukan 7016, yakni datang jam 7, pulang jam 16 dan hasilnya 0.

Sebaliknya ketika seorang pemimpin dapat memilih orang yang memiliki kemampuan yang tinggi kemudian ia dapat menjadikan mereka sebagai team yang kuat, dimana masing-masing anggota team mengetahui peran dan tanggung jawabnya, memiliki inisiatif, saling percaya dan saling berbagi, tidak merasa dirinya lebih baik dari yang lain, melainkan merasa memiliki kesamaan peran dari setiap anggota teamnya, maka ibaratnya seperti team sepak bola Spanyol.

Kita ketahui bersama setelah mengalahkan pembunuh hebat Pasukan Panser Jerman, team Matador Spanyol menjadi topik pembicaraan banyak orang, gaya permainan sepak bola Spanyol yang dikenal dengan istilah permainan sepak bola “tiki-taka”, diulas begitu dalam seperti kutipan berikut tentang permainan tersebut :

Sepak bola tiki taka, begitulah gaya main Spanyol. Gaya ini mengharamkan bola menganggur lama di kaki pemain. Begitu mendapat bola, jugador Spanyol akan segera menyusun formasi agar bola bisa mengalir pendek dari kaki ke kaki.

Tim dengan gaya ini akan memainkan umpan-umpan pendek atau sedang, ketimbang mengirim bola jauh-jauh ke depan. Lihatlah statistik Spanyol di situs FIFA. Dalam enam laga, “La Furia Roja” total melahirkan 4.206 umpan atau 701 setiap laga. Taruhlah setiap pertandingan ada 14 orang yang bermain untuk Spanyol, artinya setiap pemain akan mengoper sebanyak 50 kali di lapangan. (Kompas, 8 Juli 2010).

Walaupun saya belum tahu hasil akhir world cup ini (karena saat ini masih berlangsung), namun sebagai finalis bersama team Belanda, tentu mereka bukan team sembarangan, keunggulan team Matador ini adalah dari semua pemainnya memiliki peran yang seimbang, semua berkontribusi, saling menghargai, sehingga kita bisa lihat mereka merupakan sebuah team yang sangat solid. Kalaupun akhirnya team Matador ini akan kalah (atau sebaliknya menang) dari team Oranye Belanda, apapun hasilnya, kenyataannya mereka telah menciptakan sejarah sebagai finalis di Afrika Selatan ini, dan saya yakin tidak ada yang meragukan kemampuan team Matador ini, seperti yang dikatakan pelatih Jerman, Joachim Loew, berikut ini :

“Spanyol adalah tim yang luar biasa. Mereka adalah rajanya pertandingan. Anda bisa lihat di setiap umpan mereka. Mereka terlalu sulit untuk dikalahkan. Mereka benar-benar tenang dan meyakinkan. Spanyol memang lebih baik dari kami dan mereka pantas menang,” (Kompas, 8 Juli 2010).

Nah, rekan-rekan semuanya, bagaimana dengan team kita di ADR? Apakah kita memiliki team seperti team Perancis atau seperti team Matador / Oranye ? Mari kita renungkan sendiri-sendiri.

Penjaramu, Penjaraku... 0

Baru-baru ini adik saya membeli seekor anak burung yang masih kecil dan belum ada bulunya, kemudian setiap hari ia memberi makan dan minum, dan berencana ketika burung itu sudah bisa terbang dan bisa mencari makan sendiri, maka burung itu akan dilepas kembali.

Namun ada hal yang menarik ketika burung itu semakin besar dan bulu nya sudah tumbuh, kemudian dipastikan sudah bisa terbang, ternyata burung tersebut menjadi tidak takut terhadap manusia, lebih lucu lagi ketika burung itu dilepaskan dari sangkarnya, ia terbang sejenak kemudian kembali lagi ke dalam sangkar tersebut. Sekarang hampir setiap pagi burung itu dilepaskan dan disediakan air untuk mandi diluar sangkarnya, namun lagi-lagi burung itu akan kembali ke dalam sangkarnya tersebut.

Memang tampak lucu dan menarik, bahwa seekor burung dapat begitu jinaknya dan tidak menyadari bahwa ia telah berada di luar sangkar yang memenjarakannya, tampaknya burung ini walaupun fisiknya tidak dipenjara, pikirannya sudah terperangkap, sehingga ia tidak sadar kebebasan dirinya, tidak sadar akan kemampuan dirinya yang bisa terbang begitu tinggi dan terbang begitu jauh dengan begitu mudahnya.

Setelah saya renungkan kembali, saya merasa kadang diri kita sama seperti burung tersebut, secara fisik kita bebas namun secara pikiran kita terikat dan terpenjarakan, dipenjarakan oleh rasa marah, dipenjarakan oleh ketakutan, dipenjarakan oleh frustrasi, sehingga kita menjadi individu yang tidak bebas, menjadi individu yang tergantung pada belas kasihan, menjadi individu yang apatis dan tidak perduli terhadap keadaan disekitar kita, menjadi individu yang cari aman, dan sebagian menjadi individu yang mencari keuntungan untuk diri sendiri.

Rasa takut, marah, kecewa dan frustrasi ini membuat kita seperti seorang yang buta dan tidak bisa melihat bahwa begitu hebatnya diri kita, membuat kita tidak merasakan hal yang luar biasa dalam hidup kita, coba sadari ketika kita bangun pagi, itu suatu hal yang luar biasa pertama yang bisa kita rasakan bahwa kita masih bangun pagi ini, bahwa kita masih bernafas, bahwa kita masih bisa melihat, bahwa kita masih bisa mendengar. Begitu hebatnya pagi itu, kemudian ketika melihat anak, istri atau suami begitu hebatnya mereka, begitu luar biasanya mereka yang masih memberikan senyuman dan rasa cinta yang begitu besar, ketika kita berkendaraan sadarkan bahwa hebatnya kita masih bisa mengendarai kendaraan dengan gesit dan lincah, masih bisa membawa kendaraan dengan tegap, ternyata kita sehat dan tidak kekurangan satu apapun. Ketika sampai di kantor sadarilah kehebatan berikutnya, ketika kita mendengar ucapan salam ‘selamat pagi’ dari rekan kita yang begitu menghargai keberadaan kita, melihat senyuman tulus dari rekan-rekan kerja kita yang begitu luar biasa. Ketika kita mulai bekerja, sadarkah kehebatan kita yang sampai detik ini masih bekerja, bekerja di perusahaan yang sangat luar biasa, kemampuan kita sedang di asah, kemampuan kita sedang di uji, inilah saatnya pembuktian bahwa kita memang luar biasa, karena semua ujian di sekolah maupun di kampus ketika kita masih seorang siswa atau mahasiswa, sebenarnya ujian sesungguhnya adalah saat ini, dan bukankah Anda semua masih bisa melewatinya dengan kelulusan yang mengagumkan? Belum lagi sampai rumah melihat orang-orang yang kita cintai, tanpa sadar senyum secara otomatis di mulut kita melihat mereka, sadarkah bahwa begitu luar biasa kekuatan cinta tersebut, apakah Anda tidak memilikinya? Ternyata Anda PUNYA!

Ketika kita sudah menyadari hal yang luar biasa ini, lalu mengapa ada ketakutan dalam diri kita? Mengapa ada kemarahan? Mengapa ada frustrasi? Anda hanya perlu sedikit saja membuka mata, membuka telinga dan menyadari bahwa Anda BEBAS, Anda tidak terbelenggu oleh apapun, selain diri Anda sendiri yang mengikat dan memenjarakan Anda. Ketika rantai belenggu ini telah Anda buka, rasakan indahnya sekitar kita, rasakan kesejukan sekitar kita, rasakan kedamaian disekitar kita, hanyutkan dalam kesadaran tersebut karena memang Anda berhak menjadi yang terbaik.

Kata-kata ‘tidak bisa’, ‘tidak mungkin’, ‘sulit’ adalah hal yang tidak perlu diucapkan oleh mereka yang telah terbebaskan, mereka yang memiliki mental juara atau “the winner”, sementara hambatan dan kesulitan merupakan makanan keseharian bagi mereka yang memiliki mental pecundang atau “the looser”. Seperti biasa dalam tulisan saya, akan saya akhiri dengan sebuah pertanyaan, “dimanakah posisi Anda?” Anda yang tahu jawabannya

Baju Terakhir... 0

Pada acara “communication meeting” di unit usaha Hydraxle Perkasa beberapa waktu yang lalu, ada suatu pernyataan sekaligus pertanyaan yang sangat menarik dari salah satu peserta acara tersebut, isinya mengatakan bahwa ia bekerja hanya dan untuk ADR, tetapi ia ingin tahu bagaimana caranya agar ia dapat terus berkembang di perusahaan ini. Kemudian pernyataan dan pertanyaan itu dijawab dengan satu ungkapan yang sangat menarik oleh salah seorang senior manager kita yang isinya adalah bahwa “baju Anda (baju hijau) bukanlah baju yang terakhir, karena baju Anda bisa berubah menjadi putih, menjadi batik, bahkan menjadi stelan jas”, demikian kira-kira ungkapannya. Kita bisa menjadi seorang presiden kalau kita mau, minimal menjadi seorang presiden direktur dalam sebuah perusahaan. Mengapa tidak bisa? Demikian tambahan penjelasannya.

Pada malam hari nya saya renungkan kembali kata-kata tersebut, ternyata sangat logis dan faktual, bahwa kita bisa jika kita mau. Akan tetapi seringkali kita ‘terpenjara’ oleh pikiran kita, seolah-olah itu adalah baju terakhir kita, kita tidak bisa lebih dari yang sekarang. Apa benar begitu? Jawabannya benar dan tidak benar. Benar bagi mereka yang memang terpenjara oleh pikirannya. “Ah, saya bisa apa sih?” atau “Saya tahu ini tidak benar, tetapi apa yang bisa saya lakukan?” atau “Dari sebelum saya masuk juga sudah seperti ini, saya tidak tahu lagi harus bagaimana!” dan sebagainya, begitu banyak hambatan di dalam diri kita. Siapa yang menghambat? Lagi-lagi diri kita sendiri. Pada sisi yang lain, pernyataan di atas adalah tidak benar. Tidak benar bahwa baju ini adalah baju yang terakhir, hal ini hanya berlaku bagi mereka yang tidak dipenjarakan oleh pikirannya sendiri, mereka yang memiliki kebebasan berpikir, mereka yang memiliki kebebasan berkreasi, mereka yang memiliki kebebasan dalam berkarya.

Mereka yang pikirannya terpenjara beranggapan bahwa bajunya adalah Motivasi baju yang terakhir, mereka menggantungkan dirinya kepada orang lain, menggantungkan dirinya kepada kondisi lingkungannya, menggantungkan dirinya kepada atasannya, menggantungkan dirinya kepada perusahaan, perlahan tapi pasti mereka yang menggantungkan dirinya akan “mati suri”, tidak memiliki nilai, tidak mempunyai arti, yang pada akhirnya membuat mereka dismotivasi, selalu melihat kesalahan dari orang lain, tidak pernah menyadari kesalahan ada pada dirinya, selalu banyak alasan untuk pembenaran dirinya, sampai akhirnya ia akan kehabisan nafas dengan sendirinya.

Sebaliknya, mereka yang meyakini bahwa bajunya bukan baju terakhir, ia tidak menggantungkan dirinya pada siapapun, mereka yang dapat mengatur dirinya, mereka yang berusaha mengubah nasibnya, mereka yang secara terus menerus bersikap proaktif, tidak dikalahkan oleh keadaannya. Mereka adalah orang-orang yang penuh semangat, antusias, berpikir secara positif dan memandang jauh ke depan serta tidak pernah menyalahkan apapun dan siapapun. Selalu menciptakan nilai baru dan pada akhirnya dapat terus menerus mengisi energi hidupnya.

Hebatnya mereka yang tidak terpenjara oleh pikirannya, walaupun secara fisik mereka dipenjara namun mereka masih bisa menciptakan suatu karya yang luar biasa, sebut saja Nelson Mandela yang berjuang melawan “apartheid” dari dalam penjara, juga tokoh demokrasi dari Myanmar, Aung San Suu Kyi yang hingga saat ini berada di dalam penjara namun tetap menggulirkan semangat demokrasi yang sama sekali tidak pernah luntur. Saya pernah melihat di acara Kick Andy ketika beliau mewawancarai Pak Rahadi Ramlan mantan Kabulog yang dipenjara karena kasus korupsi, yang menarik adalah beliau mengeluarkan sebuah buku yang ditulisnya ketika berada di dalam sel tahanan. Ini menunjukkan kekuatan berpikirnya yang luar biasa, kemampuan berpikir bebas yang memang membuat mereka menjadi orang-orang yang luar biasa, terlepas tentu dari kasus korupsinya. Mereka-mereka ini adalah orang yang tahu pasti bahwa bajunya bukan yang terakhir, sama seperti Pak Rahadi Ramlan, yang sangat sadar bahwa baju penjara bukanlah baju terakhir yang ia pakai, ia bisa berubah, berubah menjadi lebih baik dan mengembalikan reputasinya yang sebelumnya telah rusak.

Bagaimana dengan kita di ADR? Banyak diantara kita berpikir bahwa baju yang dikenakan saat ini adalah baju yang terakhir, karena itu akhirnya mereka merasa frustrasi, tidak berdaya, marah, lelah, kesal, dan akhirnya membawa mereka menjadi orang yang dismotivasi, mudah menyerah, tidak ada gairah, merasa diri menjadi korban, merasa diri tidak berarti, menganggap perubahan hanya dilakukan oleh orang lain, dan lebih celakanya pada akhirnya banyak yang berkompromi engan cara kerja yang tidak benar. Berkompromi dengan penyimpangan atau sistem yang menyimpang dari yang ditentukan oleh mereka sendiri.

Sebenarnya sangat disayangkan, karena kebanyakan mereka yang berpikir bajunya adalah baju terakhir, tidak bisa melihat ke dalam diri mereka, begitu banyak potensi di dalam dirinya yang belum dikeluarkan, begitu banyak kekuatan di dalam dirinya yang belum diekplorasi, seperti tertutup oleh bajunya yang sudah lusuh dan sudah mulai pudar warnanya, semakin sulit menyadari kelebihan di dalam dirinya. Rekan-rekan kita seperti inilah yang termasuk dalam kriteria karyawan ‘cendol’, sebuah kata-kata satir, merupakan sindiran yang sudah sangat umum dan popular di perusahaan ini, yang ditujukan kepada mereka yang menunjukkan ketidak-berdayaan, ketidakmampuan, keputus-asaan yang intinya meniru pada perilaku ‘negatif’ dari para pendahulunya. Mengapa ‘cendol’, nah itu tanyakan pada diri Anda sendiri, mungkin lebih tahu daripada saya.

Akhirnya, rekan-rekan semuanya, bagaimana dengan diri Anda sendiri? Apakah Anda sadar bahwa baju Anda bukan baju terakhir? Atau ini memang baju terakhir Anda? Silahkan renungkan.

Berpikir Positif Ala Thomas Alfa Edison 0

Thomas Alfa Edison, seorang penemu terbesar di dunia yang menemukan sekitar 3.000 penemuan dan 1.093 diantaranya telah dipatenkan. Edison dilahirkan pada tanggal 11 Februari 1847 di Milan, Ohio, Amerika Serikat dari pasangan suami-istri Samuel Ogden seorang tukang kayu dan Nancy Elliot seorang guru. Keduanya merupakan keturunan Belanda. Pada usia 7 tahun, Edison kecil pindah ke kota Port Huron, Michigan dan bersekolah di Port Huron.
Namun tidak lama, 3 bulan kemudian ia dikeluarkan dari Sekolah karena menurut gurunya “Dia terlalu bodoh” sehingga tidak mampu menerima pelajaran apapun, dia pun sering dipanggil idiot oleh gurunya. Sang ibu, Nancy Elliot memutuskan untuk berhenti sebagai guru dan kemudian berkonsentrasi mengajari Edison baca tulis dan hitung menghitung. “My mother was the making of me. She was so true, so sure of me; and I felt I had something to live for, someone I must not disappoint.” Begitulah perkataan Edison kecil yang menunjukan motivasi dalam diri Edison yang cukup kuat dalam belajar.
Setelah dia bisa membaca, Edison jadi gemar membaca, ia membaca apa saja yang dapat dijumpainya ia membaca ensiklopedia, Sejarah Inggris, Kamus IPA Karangan Ure, Principia, karangan Newton dan juga ilmu Kimia karangan Richard G. Parker. Kegemarannya yang menonjol adalah membaca, berpikir dan bereksperimen. Pada umur 12 Tahun Edison menjadi penjual Koran, permen, kacang dan kue di kereta api, sama seperti halnya penjual asongan. Keuntungan dari berdagang itu sebagiannya dia berikan kepada orang tuanya dan sebagiannya dia simpan sebagai modal.
Nah... Didalam kereta api, ia menerbitkan Koran Weekly Herald sambil mengadakan eksperimen di salah satu gerbong kereta api, setelah sebelumnya meminta ijin perusahaan kereta api “Grand Trunk Railway”. Pada suatu malam Edison tidak sengaja menumpahkan sebuah cairan kimia sehingga menyebabkan sebuah gerbong hamper terbakar. Karena kasus ini Edison ditampar kondektur hingga pendengarannya rusak, kemudian dia dilarang bekerja di kereta api. Namun Edison tidak menganggap pendengarannya yang rusak sebagai cacat, namun justru dia menganggapnya secara positif sebagai sebuah keuntungan sehingga ia memeiliki lebih banyak waktu untuk berpikir daripada mendengarkan omongan-omongan kosong.
Pada usia 15 tahun Edison remaja menyelamatkan nyawa anak kepala stasiun yang hamper tergilas gerbong kereta api. Karena merasa berhutang jasa, sang kepala stasiun tersebut akhirnya mengajarkan cara pengiriman telegram, Edison hanya memerlukan waktu 3 bulan untuk menguasai pelajaran gratis tersebut. Sesuadah itu, ia mendapat pekerjaan sebagai operator telegraf. Penemuan pertama yang dia patenkan adalah electric vote recorder, namun karena tidak laku, Edison akhirnya beralih ke penemuan yang lebih komersial. Edison kemudian membuat suatu alat yang kemudian di beri nama stock ticker atau mesin telegraf. Peralatan itu dijualnya dan laku 40.000 dollar Amerika Serikat (sekitar 390 juta rupiah). Edison hamper pingsan melihat uang sebanyak itu. Uang itu dipakai Edison untuk mendirikan Pabrik di Newark dan merekrut 300 orang pekerja sekaligus, disini ia mengembangkan telegraf sehingga mampu mengirimkan 4 berita sekaligus.
Pada umur 29 tahun, Edison mendirikan Laboratorium riset untuk industry di Menlo Park, New Jersey dan dalam 13 bulan ia menemukan 400 macam penemuan yang kemudian mengubah pola hidup sebagian besar orang-orang di dunia. Tahun 1877 ia berkonsentrasi pada lampu pijar. Edison sadar bahwa betapa pentingnya sumber cahaya ini bagi manusia. Dia menghabiskan 40.000 dollar dalam kurun waktu 2 tahun untuk eksperimen lampu pijar. Yang menjadi masalah adalah menemukan bahan yang bisa berpijar ketika dialiri arus listrik namun tidak terbakar. Total ada sekitar 6000 bahan yang di cobanya. Melalui usaha keras Edison, akhirnya pada tanggal 21 Oktober 1879 lahirlah lampu pijar listrik pertama yang mampu menyala selama 40 jam. Tahun 1882, untuk pertama kalinya dalam sejarah lampu-lampu listrik dipasang dijalan-jalan dan dirumah-rumah. Sungguh patut direnungkan ketika saat keberhasilan dicapainya, dia sempat ditanya: Apa kunci kesuksesannyua. Thomas Alfa Edison menjawab: “Sya sukses, karena saya telah kehabisan apa yang disebut dengan kegagalan” Bahkan saat dia ditanya apakah dia tidak bosan dengan kegagalannya, Thomas Alfa Edison menjawab: “Dengan kegagalan tersebut, Saya malah mengetahui ribuan cara agar lampu tidak menyala”
This is Amazing!! Edison memandang sebuah kegagalan sebagai sebuah hal yang sangat positif. Kegagalan bukan kekalahan tapi sebuah keuntungan. Cara memandang yang positif ini membuat Edison mampu meyakinkan orang lain untuk tetap mendanai proyeknya meskipun gagal berulang-ulang kali.
Mungkin prinsip Edison inilah yang patut kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Bahwa sebenarnya kita tidak pernah mengalami kerugian dan sesungguhnya kerugian itu bermula dari sikap dan cara pandang kita sendiri yang negative. Edison telah banyak menghasilkan berbagai penemuan yang sangat berharga bagi perkembangan umat manusia. Telegraf cetak, pulpen elektrik, proses penambangan magnetic, torpedo listrik, karet sintetis, baterai alkaline, pengaduk semen, mikrofon. Transmitter telepon karbon dan proyektor gambar bergerak adalah beberapa dari penemuan Edison.

The Spirit of Sun Tzu 0

Lakukan apa yang kita cintai, dan cintailah apa yang kita lakukan. Dengan semangat itu, kita akan menjadi climbers sejati yang mampu menghadapi segala rintangan.
Ketika kita kecil, remaja, hingga, dewasa, barangkali ada sebagian di antara kita yang sudah merasa mendapatkan apa yang diinginkan. Tapi, ada juga kalanya, kita justru merasa belum mendapat apa yang diidam-idamkan. Tentu, apa pun yang telah kita dapat saat ini, harus tetap disyukuri. Sebab, dengan cara itulah, kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan, yakni kemenangan sejati.


Jika merasa belum menemukan hal apa yang sesuai dengan keinginan dalam diri, teruslah mencari. Tetapi, bila memang belum menemukan juga, cobalah berusaha untuk mencintai apa yang sudah dilakukan saat ini. Sebab, dengan rasa cinta itulah, kita akan mendapatkan banyak nikmat dalam apa yang kita kerjakan. Seperti apa yang sudah ditularkan dari semangat Sang Panglima Perang Sun Tzu yang menuliskan pemikirannya dalam 13 Kitab Strategi Perang Sun Tzu. Apa yang sudah diungkapnya lebih dari 2500 tahun silam itu bisa dikatakan merupakan buah kecintaannya pada bidang yang dikuasai.

Terlahir dari keluarga militer - di mana zaman itu memang didominasi oleh kekuatan militer - Sun Tzu dari kecil sudah memperdalam dunia militer. Dari sanalah, ia menjadi pribadi yang mencintai dunia militer. Namun, bukan berarti dia menyukai peperangan. Dalam kisahnya, Sun Tzu justru sebisa mungkin menghindari perang karena ia berprinsip bagaimana caranya sesedikit mungkin jatuh korban. Dari kecintaan dan sekaligus kepeduliannya itulah, ia berpikir dan sekaligus meretas karier di bidang militer hingga bertahun-tahun lamanya.

Dan, dengan pemikiran yang berbasis kecintaan dan pengalaman itulah, Sun Tzu berhasil membuat 13 Kitab Strategi Perang yang masih bertahan hingga kini. Itulah bukti nyata, bahwa apa yang dikerjakan dengan penuh cinta, akan menghasilkan karya luar biasa yang bahkan bertahan hingga melintasi batas zaman.
Begitu juga kita sebagai insan luar biasa. Barangkali, kita tumbuh dalam lingkungan yang berbeda-beda. Tapi, dengan semangat yang sama, yakni mencintai apa yang dilakukan, akan bisa menghasilkan kesuksesan yang luar biasa. Apalagi, jika berhasil memenuhi panggilan “lentera jiwa”. Bisa dipastikan, apa pun yang dilakukan-tak peduli hasil akhirnya-pastilah memberi “kenikmatan” perjuangan mencapai apa yang didambakan.

Sudah banyak contoh pengusaha sukses dunia yang berangkat dari rasa cinta sehingga mampu mengubah dunia. Misalnya Bill Gates, yang dengan kecintaannya di dunia komputerisasi telah membuat Microsoft menjadi perusahaan piranti lunak paling sukses hingga kini.

Bukan hanya di dunia usaha. Bertahun-tahun silam, Columbus menemukan Benua Amerika karena ia memiliki tekad dan kecintaan yang mendalam pada dunia pelayaran. Ia berani menuntaskan “misi hidup”-nya demi menemukan benua Hindia, meski akhirnya justru “terdampar” di Benua Amerika. Begitu juga dengan tokoh dunia yang lain. Banyak orang yang demi kecintaan pada apa yang dilakukannya, telah menggoreskan tinta emas dan dikenang sebagai tokoh dunia.

Dengan kekuatan cinta inilah, kita sebenarnya bisa menjadi insan luar biasa yang mampu menggapai semua cita-cita. Yang perlu dilakukan adalah mengubah kecintaan itu sebagai dorongan untuk terus berupaya mencapai puncak, sebagai seorang the climbers sejati.

Untuk itu, kita harus mampu mengukur dan tahu persis, bidang apa yang benar-benar kita kuasai dan cintai. Bahkan, kalau perlu, teruslah mencari, apa yang paling pas di hati. Dari sana, kita bisa mengarahkan pada satu titik tujuan yang utama dan menggairahkan untuk dicapai.

Tentu, bukan sekadar cinta dan suka semata. Semua cita-cita yang didasarkan pada apa yang dicinta haruslah melalui tindakan nyata. Sebab, tanpa gerakan, tak kan ada hasil apa-apa. Tanpa tindakan, tak kan ada cita yang menjadi nyata. Seperti juga Sun Tzu yang ribuan tahun silam mengabdikan diri sepenuhnya pada dunia militer. Ia justru terus berupaya, agar dunia yang dicintainya, bisa meninggalkan “jejak karya” yang bukan sekadar catatan perang berdarah di sini sana. Tapi, ia merangkum strategi perang yang hingga kini mampu menjadi pedoman untuk berbagai kebijakan, bukan sekadar di dunia militer, namun justru lintas bidang yang multi manfaat.
Di sinilah letak kekuatan melakukan sesuatu yang dicintai, dan sekaligus mencintai apa yang dilakukan. Dengan kekuatan tersebut, seseorang bisa memelihara harapan dalam berbagai ujian dan tantangan yang menghadang. Semangat yang terus menyala, akan mengarahkan langkah kita menuju pada apa yang selalu kita nantikan. Gairah yang terus menggelora, akan menuntut kita mencapai apa yang didamba. Dan, seperti juga yang diungkap Sun Tzu dalam salah satu ajarannya, mengetahui kekuatan sendiri, berarti separuh kemenangan sudah di tangan. Maka, mencintai apa yang dilakukan dan mengetahui serta mengenali kekuatan sendiri, berarti telah mendekatkan pada separuh langkah menuju kemenangan.

Mari terus nyalakan “api cinta” pada apa yang kita kerjakan. Jangan menyerah untuk terus mencari dan menggali potensi dengan mengerahkan segenap kecintaan pada apa yang dilakukan. Sehingga, apa yang kita lakukan, akan mengantarkan diri mencapai puncak sukses yang luar biasa!!

Saat Tuhan Berkata Tidak 0

Ivan sebentar lagi berulang tahun, dan dia ingin sekali punya sepeda. Sayang sekali bapak Ivan hanya pengayuh becak, sementara ibunya jadi tukang cuci. Suatu pagi Ivan kecil bertanya kepada ibunya,
“Ibu, benarkah Tuhan itu maha kuasa, maha pengasih, maha mendengar ?”
jawab si ibu, “Tentu saja nak”
“Jadi kalau Ivan minta sepeda sama Tuhan, Tuhan pasti mau dengar ya bu ?
Si ibu mulai bimbang dengan pertanyaan Ivan, kalau dia menjawab iya, besar kemungkinan Ivan akan kecewa karena mereka tidak akan mampu membeli sepeda buat Ivan. Tetapi kalau dia menjawab tidak, maka dia akan memberikan jawaban yang salah. Dengan ragu-ragu si ibu menjawab “Tentu saja nak ”
“Kalau gitu Ivan akan minta hadiah sepeda kepada Tuhan saat ulang tahun Ivan”

Hari berganti hari si ibu selalu memikirkan ucapan dan impian Ivan kecil. Tak terasa ulang tahun Ivan sudah lewat seminggu dan tentu saja tidak ada sepeda baru buat Ivan. Tetapi Ivan sama sekali tidak bersedih, justru setiap pulang sekolah ivan semakin rajin membantu ibunya mengantar cucian ke pelanggan-pelanggan ibunya. Semakin hari, semakin si ibu penasaran karena dia tahu betul Ivan tak akan pernah melupakan impiannya. Hingga suatu siang si ibu bertanya pada Ivan,
“Van, apakah engkau tidak meminta hadiah sepeda kepada Tuhan ?”
jawab Ivan kecil “Ivan tiap hari berdoa pada Tuhan agar diberi sepeda”
“Terus apa jawab Tuhan kepadamu nak?”
“Tuhan bilang, kalau Ivan rajin bantu ibu dan menyimpan apa yang Ivan terima selama membantu ibu, tahun depan Ivan dapat hadiah sepeda”
si ibu hanya diam dan menghela nafas panjang, tahun ini dia harus menyisihkan sedikit dari hasil mencucinya agar tahun depan dapat membelikan sepeda Ivan.

Minggu berganti bulan, bulan berganti tahun, ulang tahun ivan sudah dekat. Dan Ivan masih tetap setia dan rajin membantu ibunya mengambil dan mengantar cucian ke tempat langganan si ibu. Dua hari sebelum hari ulang tahun Ivan, si ibu memecahkan tabungan tanah liat tempat dia menabung untuk membelikan sepeda buah hatinya. Mendadak ada kabar buruk, sang bapak harus masuk rumah sakit karena tabrak lari dan seluruh tabungan si ibu habis untuk menebus obat dan memperbaiki becak sang bapak.

Kembali si ibu termenung, dia merasa tidak bisa memenuhi permintaan Tuhan melalui Ivan. Keesokan harinya, saat Ivan berulang tahun, si ibu bertanya kembali kepada Ivan
“Ivan, apa yang kau minta kepada Tuhan untuk hadiah ulang tahunmu tahun ini ?”
Jawab Ivan “Tidak ada ibu ….”
Si ibu sedih sekali karena dia mengira Ivan sudah tidak percaya janji Tuhan kepada Ivan. Kemudian si ibu bertanya, “Kenapa ? apa karena Tuhan tidak memberimu hadiah sepeda ?”
Si Ivan kecil tersenyum dan menjawab, “Tidak ibu, karena tahun ini Tuhan memberi 2 hadiah sekaligus, sepeda buat Ivan dan tas besar untuk mengantar cucian”
si ibu tersentak dan merasa curiga, darimana ivan memperoleh kedua barang tersebut. dengan nada curiga “Darimana kamu memperoleh uang untuk membeli sepeda dan tas itu nak ?”
Lalu Ivan bercerita bahwa setiap kali dia mengambil dan mengantar cucian, seringkali pelanggan ibunya memberi tips kepada Ivan antara 500 rupiah sampai 1500 rupiah. Kadang uang kembalian ongkos cuci diberikan kepada Ivan. Dan Ivan menyimpan seluruh pendapatan yang dia peroleh sesuai dengan apa yang Tuhan perintahkan. Dan dia melakukan itu dengan senang hati tanpa bertanya, tanpa menghitung berapa yang dia peroleh. Sehari sebelum Ivan berulangtahun Ivan membuka tabungannya dan pergi ke toko sepeda, ternyata toko sepeda tadi sedang mengadakan promosi, untuk pembelian sepeda baru mereka memberikan hadiah sebuah backpack besar.

Begitu selesai bercerita, si ibu menangis dan memeluk Ivan erat-erat.

Dalam hidup kita sering kecewa dan merasa Tuhan tidak mau mendengarkan doa kita, kita seringkali marah dan merasa ditinggalkan Tuhan. Kita tidak lagi memiliki iman bahwa apapun yang dianugerahkan Tuhan kepada kita saat ini adalah yang terbaik bagi kita. Bahkan seringkali Tuhan menempa kita, mengajar kita dengan pengetahuan yang cukup sebelum Tuhan mengabulkan keinginan kita. Segala sakit, segala kesedihan merupakan anugerah dari Tuhan agar kita menjadi lebih baik.

dikutip dari halo ADR/Vol. 47/Januari - Februari 2011