Saat tulisan ini dibuat bersamaan dengan event olah raga besar World Cup 2010 di Afrika Selatan, ada yang menarik selama perjalanan World Cup kali ini, antara lain team-team unggulan seperti Perancis dan Italia yang pada tahun 2006 lalu menjadi finalis dan juara dunia akhirnya harus pulang lebih awal, lebih tragis lagi bagi team Perancis yang harus menjadi posisi juru kunci dari group penyisihannya.
Mari kita sama-sama melihat kembali apa yang terjadi dengan team Perancis ini. Selama babak penyisihan berlangsung terjadi hal yang sangat mengejutkan pada team tersebut dimulai dari perseteruan pelatih team Perancis Raymond Domenech dengan para pemainnya, yang berakhir dengan dikeluarkan Nicolas Anelka dari team Perancis, kemudian diikuti protes dari pemain yang lain dengan aksi mogok latihan, sampai akhirnya ketika berada di lapangan team unggulan terlihat “kocar-kacir”, tidak ada koordinasi satu dengan yang lain, sampai akhirnya mereka harus menanggung malu karena harus pulang terlebih dahulu dengan posisi sebagai juru kunci dibawah Uruguay, Meksiko dan Afrika Selatan.
Saya bukan seorang komentator bola, dan juga bukan ahli dalam masalah sepak bola, karena itu saya tidak bisa memberikan ulasan yang sangat mendalam dan detail tentang team-team sepak bola dunia ini termasuk team Perancis maupun team yang lain, namun ada hal yang menarik untuk kita pelajari bersama, mengapa team unggulan ini sampai begitu kacaunya, bahkan membuat Presiden Perancis Nicholas Sarkozy begitu berang dengan team tersebut.
Diawali dengan perseturuan antara pelatih dan pemainnya, pelatih pada posisi ini yang menentukan strategi dan menentukan orang yang akan diterjunkan di lapangan, ketika keduanya tidak selaras ibarat mengarah pada dua jalan yang berbeda bahkan berseberangan, maka ketika anggota teamnya berada di lapangan, mereka tampak tidak terorganisir dengan baik, kacau, tanpa arah, dan otomatis membuat mereka menjadi begitu lemah. Tampak daya juang yang rendah, bahkan legenda sepak bola Jerman, Franz Beckenbauer mengatakan bahwa penampilan team Perancis sangat mengecewakan dan tidak menunjukkan diri sebagai team kelas dunia, tidak ada semangat serta daya juang yang rendah dan tidak menunjukkan kemampuan teknis sebagai team unggulan.
Lalu mengapa team yang dengan orang-orang yang tidak diragukan lagi kehebatannya selama ini di dunia sepak bola seperti Nicolas Anelka (Chelsea), Thierry Henry (Barcelona), Franck Ribéry (Bayern Munich), William Gallas (Arsenal), Éric Abidal (Barcelona), Patrice Evra (Manchester United), Florent Malouda (Chelsea), maupun Djibril Cissé (Panathinaikos) bisa bernasib seperti itu? Masalahnya ternyata walaupun didalam team tersebut begitu banyak orang-orang hebat dan terkenal, namun ternyata semua tidak berguna, karena yang dibutuhkan bukan sekedar orang hebat saja, melainkan yang dibutuhkan adalah sebuah team yang hebat. Inilah yang tidak terjadi pada team Perancis, mereka memang memiliki orang hebat di dalam teamnya, tetapi sebagai team mereka bukan team yang hebat.
Pertanyaan selanjutnya, mengapa team ini tidak menjadi team yang hebat walaupun berisikan orang-orang hebat didalamnya? Inilah permasalahannya, orang yang hebat tidak otomatis menjadi team yang hebat, ternyata dibutuhkan orang hebat yang bisa membuat team yang hebat, orang ini yang dapat dikatakan sebagai pemimpin sejati, orang yang memiliki visi yang jelas, orang yang keberadaannya menciptakan kebersamaan yang kuat, orang yang bisa memberdayakan semua sumber daya yang ada, dan orang yang menjadi panutan bagi orang lain. Dan kegagalan team Perancis karena pelatihnya tidak memiliki kualitas seperti itu.
Apa kaitannya dengan kita di ADR? Sebenarnya secara prinsip ada kesamaan antara mengelola perusahaan ini dengan mengelola team sepak bola, pelatih ibarat dengan pemimpin dan pemain adalah para karyawan yang dipimpin dan berhadapan langsung di lapangan. Ketika pemimpinnya tidak memiliki kriteria diatas, maka teamnya akan kocar-kacir, berantakan dan tidak terarah, jika demikian adanya, maka moral dari para pemain atau dalam hal ini karyawan akan jatuh, mengakibatkan mereka belajar menyelamatkan diri masing-masing, mulai saling menyalahkan satu sama lain, tidak ada semangat dan daya juang untuk melakukan perbaikan, terjebak pada rutinitas ala kadarnya, dan akhirnya menciptakan pasukan 7016, yakni datang jam 7, pulang jam 16 dan hasilnya 0.
Sebaliknya ketika seorang pemimpin dapat memilih orang yang memiliki kemampuan yang tinggi kemudian ia dapat menjadikan mereka sebagai team yang kuat, dimana masing-masing anggota team mengetahui peran dan tanggung jawabnya, memiliki inisiatif, saling percaya dan saling berbagi, tidak merasa dirinya lebih baik dari yang lain, melainkan merasa memiliki kesamaan peran dari setiap anggota teamnya, maka ibaratnya seperti team sepak bola Spanyol.
Kita ketahui bersama setelah mengalahkan pembunuh hebat Pasukan Panser Jerman, team Matador Spanyol menjadi topik pembicaraan banyak orang, gaya permainan sepak bola Spanyol yang dikenal dengan istilah permainan sepak bola “tiki-taka”, diulas begitu dalam seperti kutipan berikut tentang permainan tersebut :
Sepak bola tiki taka, begitulah gaya main Spanyol. Gaya ini mengharamkan bola menganggur lama di kaki pemain. Begitu mendapat bola, jugador Spanyol akan segera menyusun formasi agar bola bisa mengalir pendek dari kaki ke kaki.
Tim dengan gaya ini akan memainkan umpan-umpan pendek atau sedang, ketimbang mengirim bola jauh-jauh ke depan. Lihatlah statistik Spanyol di situs FIFA. Dalam enam laga, “La Furia Roja” total melahirkan 4.206 umpan atau 701 setiap laga. Taruhlah setiap pertandingan ada 14 orang yang bermain untuk Spanyol, artinya setiap pemain akan mengoper sebanyak 50 kali di lapangan. (Kompas, 8 Juli 2010).
Walaupun saya belum tahu hasil akhir world cup ini (karena saat ini masih berlangsung), namun sebagai finalis bersama team Belanda, tentu mereka bukan team sembarangan, keunggulan team Matador ini adalah dari semua pemainnya memiliki peran yang seimbang, semua berkontribusi, saling menghargai, sehingga kita bisa lihat mereka merupakan sebuah team yang sangat solid. Kalaupun akhirnya team Matador ini akan kalah (atau sebaliknya menang) dari team Oranye Belanda, apapun hasilnya, kenyataannya mereka telah menciptakan sejarah sebagai finalis di Afrika Selatan ini, dan saya yakin tidak ada yang meragukan kemampuan team Matador ini, seperti yang dikatakan pelatih Jerman, Joachim Loew, berikut ini :
“Spanyol adalah tim yang luar biasa. Mereka adalah rajanya pertandingan. Anda bisa lihat di setiap umpan mereka. Mereka terlalu sulit untuk dikalahkan. Mereka benar-benar tenang dan meyakinkan. Spanyol memang lebih baik dari kami dan mereka pantas menang,” (Kompas, 8 Juli 2010).
Nah, rekan-rekan semuanya, bagaimana dengan team kita di ADR? Apakah kita memiliki team seperti team Perancis atau seperti team Matador / Oranye ? Mari kita renungkan sendiri-sendiri.
WORLD CUP 2010 | 0 |
0 Comments